usulan hak angket mafia pajak
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso menegaskan bahwa usulan hak angket mafia pajak yang telah ditandatangani oleh 114 anggota dewan akan dibacakan secara resmi di Rapat Paripurna.
“Usul angket (mafia pajak) akan diumumkan pada sidang paripurna Selasa besok,” kata Priyo dalam pesan singkatnya, Senin 7 Februari 2011.
Usulan hak angket mafia pajak itu bergulir semenjak dua pekan lalu dan disampaikan secara resmi kepada pimpinan dewan pekan lalu. Berdasarkan data terakhir, saat diserahkan ke pimpinan, usulan angket itu telah diteken oleh 114 anggota DPR. Tiga pimpinan lembaga itu yakni Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Golkar, Pramono Anung dari PDIP, dan Anis Matta dari PKS ikut meneken.
Dari ke-114 tanda tangan, 75 di antaranya berasal dari Fraksi Golkar, 15 orang berasal dari FPDI Perjuangan, 10 orang dari FPKS, 1 orang dari FPAN, 2 orang dari FPPP, 1 orang dari FKB, 8 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi Gerindra. Sejumlah inisiator hak angket itu mengklaim bahwa jumlah tersebut sangat mungkin bertambah sebab banyak anggota yang mendukung angket, namun belum sempat menandatangani lembar usulan.
“Ada beberapa fraksi yang menyatakan mendukung penuh angket mafia pajak, di antaranya, PDIP yang berjumlah 94 anggota, Golkar dengan 106 anggota, anggota PKS, Hanura, dan Gerindra,” kata penggagas angket dari Fraksi Hanura, Syarifuddin Suding saat menyampaikan usul angket tersebut ke pimpinan dewan pekan lalu.
Inisiator angket lainnya, Ahmad Yani, menegaskan bahwa tidak masalah apabila dukungan individu anggota dewan berseberangan dengan sikap fraksinya. “Karena itu adalah hak anggota DPR yang dijamin oleh undang-undang,” jelas Yani. Ia mengaku, dirinya pun menandatangani angket atas nama pribadi, bukan fraksi. “Tapi saya apresiasi sikap fraksi,”kata anggota fraksi PPP ini. Demikian catatan online Standardisasi tentang usulan hak angket mafia pajak.
Numpang lewat Akang, jangan dihapus. Sebaiknya kita tahulah. Sebaiknya di-share ke kawan-kawan kita juga.
Logika LAKSMANA memang tak jelas dan NGAWUR. Saat ditanya dalam acara Metro Pagi 16 Feb 2011, bertajuk Ancaman vs Wibawa Pemerintah, apakah UU Anti Subversi atau semacam ISA (Internal Security Act) milik Malaysia diperlukan di Indonesia? Perlu, katanya. Ia lalu mengatakan, tetapi UU seperti itu di masa lalu disalahgunakan. Dari dua kalimat tersebut saja logika Laksmana kacau. Laksmana adalah pakar hukum pidana tetapi tak mampu menyusun nalar yang logis.
Jelas UU Subversi tidak boleh ada lagi, sebab UU seperti itu akan memberi keleluasaan sebuah pemerintah menyalahgunakan kekuasaan atas nama UU itu. Di Mesir saja, misalnya, UU itu barusaja, dan sudah, dilempar ke tong sampah, karena selama ini disalahgunakan juga oleh pemerintahan Husni Mubarak, selama 30 tahun! Dulu di sini sama, disalagunakan oleh Pak Harto selama 32 tahun! Untuk apa kayak strika, bolak-balik?
Presenter Metro TV pagi itu, maklum lulusan sekolah jurnalistik kelas Lenteng Agung, tolol. Ia tidak mikir untuk apa pertanyaan tolol itu ditanyakan. Semua sudah jelas sedari awal. UU seperti itu adalah warisan negara totaliter negara komunis dan sering kali masih dimanfaatkan rejim-rejim penindas umumnya di negara-negara berkembang. Jadi enggak perlu dan enggak ada gunanya, untuk tidak mengatakan tolol berat, kalau lagi-algi mau kembali ke masa lampau itu? Itu justru akan, lagi-lagi, membantu dan memberikan dukungan kepada pihak-pihak yang memiliki agenda untuk memudahkan jalan bagi kemungkinan dibuat dan disahkannya UU tersebut. Syetan dan nalar mana lagi yang membolehkan?
Masalah kekerasan baru-baru ini sangat jelas by design (diciptakan). Oleh siapa, tanyalah pada rumput yang bergoyang!!! Tentu bisa merupakan rekayasa untuk seperti banyak kata orang yaitu untuk mengalihkan isu. Melihatnya mudah. Jika kejadian seperti ini terus dibiarkan oleh pemerintah maka itu jelas rekayasa!
Jadi tak perlu dengan apalagi UU Anti Subversi. Jelas perbuatan dalam kasus kekerasan atas nama Ahmadiyah diklaim sesat adalah perbuatan melanggar hukum, anti kemanusiaan, anti Pancasila, dan melanggar berat HAM, yang dilakukan DENGAN SENGAJA dan TERENCANA. Tambah lagi? Ada yang menggerakkan. Sangat nyata. Lihat! Ada tanda pita biru dikenakan oleh setiap pelaku kriminal itu. Itu jelas murni kejahatan. Kenapa terjadi?
Ini semua karena aparat hukum yaitu kepolisian adalah sangat lemah. Sebuah negara atau pemerinatah akan berwibawa di mata rakyatnya dan rakyatnya mednapat rasa aman tenteram jika kekerasan dengan kedok ats nama dan alasan apapun, yang dilakukan oleh organisasi massa main hakim sendiri manapun, tidak dibiarkan oleh aparat polisi. Itu kuncinya. Aparat polisi harus menegakkan hukum. Kembali, apakah perlu UU Subversi?
Tidak perlu, Monyong !!!. Cukup sekali hanya dengan KUHP dan KUHAP. Di Amerika dan Israel, dan harusnya juga di Indonesia, pelaku kekerasan, teroris sekalipun, cukup dijerat hanya dengan Crimnal Code, UU Hukum Pidana (KUHP). Itulah kecerdasaran Amerika dan Israel. Kuncinya sebetulnya ada di tangan penegak hukum terutama polisi.
Dengan UU biasa, KUHP, Tolol !!! Tapi dengan syarat, ini krusial, polisi menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh dan benar, polisi harus menjalankan fungsi dengan baik, sementara aparat hukum kunci lainnya (jaksa dan hakim) juga harus berfungsi dengan baik, pasti pelaku-pelaku kekerasan seperti itu gampang sekali dijerat, bahkan dapat dipenjara seumur hidup atau dengan hukuman mati. Mereka sudah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam tindak pidana dalam rumusan di KUHP, karena dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain juga dengan perencanaan. Jadi ada-ada saja kalau harus kembali ke UU Subversi. Selain itu ada juga jalan lain di luar KUHP. Pemerintah SBY harus segera membubarkan organisasi massa yang melanggar hukum. Gitu saja kok repot! (Anita).
Behhhh, oalaaah, haiyaa….. dagang nyawa anak rakyat untuk mendapat anggaran lalu dikorupsi sama-sama. Oalaaaah, anak kecil masih TK juga tahu, itu kan cara jenderal-jenderal nakal di kepolisian mendapatkan daya-tawar agar disediakan anggaran keamanan atas nama macam-macam. DPR harus tahu itu, SBY juga harus tahu itu, sebab sponsor anggaran anti terorisme dari Amerika sudah berkurang, sebab Amerika sendiri susah ekonomi. SBY dan DPR tidak boleh mengabulkan anggaran yang akhirnya akan hilang masuk kantong, dikolupsiiii. Haiyaaaaa….begitu manusia pejabat di negerimu, behhhh. Oalaaah, haiyaaaa….
i like it usulan hak angket mafia pajak « Standardisasi now im your rss reader
Ini seputar PSSI. Andaikata Golkar dibubarkan sejak reformasi mahasiswa 1998 yang puas hanya mengguingkan Suharto, maka oang-orang partai tersebut tak akan ngrecoki system. Contoh betapa sulitnya mengalahkan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie yang sengaja dipasang dan dipertahankan Golkar dalam pencalonan ketua PSSI. Menurut narasumber acara Komisi di Elshinta, Nurdin dan Nirwan dipertahankan untuk menghadapi pemilu 2014. Sejauh dan sehebat inikah Golkar bercokol? Sebetulnya kalau pemerintah SBY berani mudah sekali membuang keduanya. Jangan-jangan semua ini hanya bagian bagi-bagi proyek, permainan sandiwara sempurna orang-orang Golkar dan Partai Demokrat yang dikenal sangat licik, atas nama politik? Politik universal tak pernah ajarkan kelicikan. Lihat lagi semua definisi politik. Hak angket juga sandiwara belaka dan hanya menghabiskan uang rakyat. Mereka yang ingin pemakzulan atau hak angket omong kosong. Pemakzulan pun menjadi tdiak mungkin, mereka terlalu kuat, kecuali people power. People power kalau sudah berlangsung, karena digerakkan semangat dan keberanian moral seluruh mahasiswa yang bersatu ditambah kekuatan rakyat, baru bisa.
Hak angket sangat baik untuk memberantas mafia pajak seperti Gayus Tambunan… rakyat sengsara pejabat kaya